Experience

Senin, 22 Agustus 2011

Kejahatan Kehutanan Di Depan Mata Belum Ada Penyelesaiannya

by Unknown  |  in Article Kehutanan at  09.39

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyesalkan lambannya upaya penegakan hukum pada kasus pembalakan liar dan perambahan kawasan hutan. Padahal, sudah ada tim gabungan dan satuan tugas pemberantasan mafia hukum yang terjun mengatasi jutaan hektar hutan yang berubah fungsi menjadi kebun sawit dan usaha pertambangan.
Hal itu dilontarkan Menhut, saat menerima perwakilan Greenpeace Asia Tenggara, Selasa (11/5) di Jakarta. “Saya juga gak ngerti, untuk tegakkan hukum saja jalannya pelan. Sudah ada tim gabungan dan satgas yang turun, tapi kejahatan kehutanan yang jelas di depan mata belum ada penyelesaiannya,” tegasnya.
Menurut Menhut, setidaknya, kini jajaran Kementerian Kehutanan berusaha mengusut berubah fungsinya dua juta hektar hutan jadi kebun dan tambang. “Untuk penegakan hukum, Kementerian Kehutanan sedang menyusun satuan khusus kehutanan yang akan memperkuat tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Kehutanan, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Menhut juga meminta Greenpeace untuk memantau pemberian izin untuk kebun dan tambang. “Kita ada diujung proses administrasi perizinan penggunaan lahan. Karena itu, saya tidak bisa menolak kalau permintaan itu sudah mendapat rekomendasi dari gunerbur dan bupati, ada analisa dampak lingkungannya, dan disetujui DPR,” ujarnya.
Menhut juga mengaku pihaknya hanya dapat mengimbau agar perusahaan perkebunan menggunakan lahan yang terlantar lebih dulu. “Tujuh bulan terakhir saya juga tidak pernah meneken permintaan konversi kawasan hutan,” jelasnya.
Temuan dilapangan
Sementara itu, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Darori, mengatakan, satuan khusus kehutanan itu akan memaksimalkan temuan di lapangan terhadap perusahaan yang membuka kebun sawit tanpa izin pelepasan kawasn dan perusahaan tambang tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan.
Dia mengakui upaya penegakan hukum lamban, namun sudah empat bulan terakhir Kementerian Kehutanan sudah berupaya maksimal mencari pelaku perambahan kawasan dan akan menerapkan pidana korupsi untuk beberapa kasus yang emrugikan negara.
“Misalnya saja di Kalimantan Tengah satu juta hektar hutan berubah fungsi, kalau satu hektar saja ada 100 meter kubik kayu, potensi kerugian negara akibat kayu yang di tebang dan tak di setor ke negara sampai Rp. 16 triliun. Itu pidana korupsi, kalau bisa diusut dan hukum di tegakkan harus ada yang bayar dan yang bersalah,” jelas Darori.
Terkait surat edaran Menteri Kehutanan kepada Gubernur se Indonesia yang meminta laporan perambahan kawasan di wilayahnya, Darori mengungkapkan pihaknya segera meminta gubernur dan para bupati melakukan ekspose di depan menhut, KPK, dan satgas pemberantasan mafia hukum.
“Gubernur Kalimantan Tengah mengatakan bupati Bupati Barito Utara dan Barito Selatan tidak mau memberi laporan, kemudian Gubernur Sulawesi Tenggara juga melaporkan adanya 4 perusahaan tambang besar melakukan eksploitasi tanpa izin di Kendari,” kata Darori.
Menurutnya, kini tim gabungan sedang melakukan identifikasi dan penyelidikan empat perusahaan yang di tengarai hanya mengantongi izin eksplorasi dari bupati setempat tanpa izin eksploitasi.
“Kita akan cek, apakah ini punya asing atau lokal, tapi yang pasti ini perusahaan besar dan arealnya luas juga. Kalau teridentifikasi dan kita pegang orangnya langsung di proses hukum,” ujarnya.
Terkait dukungan dana yang diberikan untuk mengatasi perubahan iklim, Menhut Zulkifli Hasan mengatakan dukungan apapun termasuk dana untuk mengatasi perubahan iklim yang diajukan sejumlah negara untuk Indonesia tidak akan cukup jika upaya mengurangi emisi tak di dukung dengan penegakan hukum itu.
“Banyak yang ingin berikan dana tapi kalau penegakan hukum yang saat ini kita fokuskan nomor satu tidak jalan tak banyak membantu,” katanya.
Menurutnya, Indonesia juga tak bisa menerima bantuan dana yang nantinya tidak bisa di jalankan oleh pemerintah. Misalnya saja tawaran dari Investor global George Soros untuk membentuk lembaga khusus mengelola dana internasional yang dimobilisasi sebagai bagian dari upaya pencegahan perubahan iklim di sektor kehutanan.
Soros itu mewakili PBB untuk dana perubahan iklim dan memang baru rencana tapi kita sudah tahu AS tak setujui REDD Plus yang kini tengah kita upayakan. AS ingin terapkan teknologi ramah lingkungan, itu bagus tapi kita kedepankan REDD Plus dulu,” jelas menhut.
Soros, lanjut menhut, mengusulkan RI membentuk lembaga khusus untuk mengelola dana internasional yang akan di mobilisasi sebagai upaya dari pencegahan perubahan iklim di sektor kehutanan.
Dalam pembicaraannya dengan Soros, kata dia, Presiden SBY menjelaskan bagaimana pemerintah memerangi pembalakan liar, mencegah kebakaran hutan, mengelola kawasan gambut dan bagaimana mengurangi laju deforestasi.
Menhut Zukifli menjelaskan Indonesia sendiri sudah melakukan kajian untuk merespon usulan tersebut. Usulan Soros mengusulkan untuk membentuk lembaga pengelola dana pencegahan perubahan iklim itu bukanlah lembaga di bawah pemerintah. Selain itu, untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, maka lembaga tersebut diisi oleh perwakilan seluruh pihak yang terlibat.
Lembaga tersebut dibentuk dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, termasuk perwakilan dari pihak internasional. Dana yang ada nantinya bisa digunakan untuk membiayai program yang cocok yakni restorasi ekosistem yang terkait dengan pencegahan pembalakan liar, pencegahan kebakaran hutan, pengelolaan lahan gambut dan deforestasi,” papar Menhut.
Dirjen Bina Produksi Kehutanan (BPK) Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto, menjelaskan, ada sekitar 1,18 juta hektare kawasan hutan yang didominasi lahan gambut yang layak untuk didanai oleh lembaga yang bakal dibentuk itu. Lahan tersebut berlokasi di Kampar seluas 700.000 ha, Jambi seluas 85.000 ha, Kalimantan Tengah 565.000 ha, Kalimantan Barat 39.000 ha dan Papua 500.000 ha.

0 komentar:


Get this widget!
Proudly Powered by Blogger.