-
Di Indonesia
saat ini di perkirakan lebih dari 51 juta m3 kayu bulat per tahun dihasilkan
dari kegiatan pencurian kayu. -
Jumlah total
produksi kayu bulat yang legal (ada izin penebangannya), dari berbagai lokasi
tebangan kayu di hutan-hutan Indonesia, pada tahun 2002 sebanyak 12 juta
m3. -
Pada tahun 2003
produksi kayu bulat direncanakan akan turun menjadi 6,4 juta m3. -
Kapasitas terpasang
industri perkayuan di Indonesia pada saat ini memerlukan bahan baku kayu
sekita 80 juta m3 (Kompas, 18 Mei 2001). -
Kebutuhan bahan
baku kayu aktual untuk industri perkayuan di Indonesia (utamanya untuk industri
kayu lapis, kayu gergajian dan industri pulp dan kertas) pada tahun 2002
sebesar 63 juta m3 per tahun. Dengan demikian, sekitar 80 persen konsumsi
kayu bulat di Indonesia sesungguhnya berasal dari kayu curian. -
Total volume
pencurian kayu menjadi bertambah banyak bila total volume kayu yang berhasil
diselundupkan (log smuggling) (lintas perbatasan di pulau kalimantan
maupun melalui jalur laut) turut di perhitungkan. Setiap tahun diperkirakan
lebih dari 10 juta m3 kayu bulat dan atau kayu gergajian ukuran besar diselundupkan
ke luar negeri. -
Disamping itu,
untuk memenuhi keperluan masyarakat Indonesia untuk membangun berbagai konstruksi
bangunan, di perkirakan dibutuhkan sebanyak 25 juta m3 kayu bulat pertahun. -
Jadi, total kesenjangan
antara pasokan dan permintaan kayu bulat per tahun diperkirakan sebanyak
86 juta m3 per tahun, yaitu: ((63+10+25)-12)) = 86 juta m3. Kesenjangan
yang teramat sangat besar ini semuanya dipenuhi dari hasil pencurian kayu
(illegal logging). -
Total kerugian
ekonomi akibat praktik pencurian kayu di Indonesia diperkirakan oleh Departemen
Kehutanan RI mencapai Rp. 30 triliun per tahun. Perkiraan lainnya menyebutkan
nilai kerugiannya mencapai setara 4 milyar USD per tahun. -
Pencurian kayu
di indonesia terjadi di berbagai lokasi hutan, terutama di lokasi bekas
areal tebangan (logged-over area) Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang sudah
tersedia jaringan jalan angkutan kayu (logging road network). Potensi
kayu komersial di lokasi bekas tebangan HPH (diameter 30 cm up) diperkirakan
rata-rata kurang dari 40 m3 per hektar. -
Kegiatan pencurian
kayu menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Sumber
daya hutan Indonesia yang sudah hancur selama masa pemerintahan Soeharto,
kian menjadi rusak akibat kegiatan pencurian kayu dalam jumlah yang sangat
besar. Laju deforestasi hutan Indonesia pada periode tahun 1985-1998 tidak
kurang dari 1,6-1,8 juta hektar per tahun (Dephutbun, 2000). Pada tahun
2000, laju deforestasi meningkat menjadi paling tidak 2 Juta hektar per
tahun (FWI/GFW, 2002). Dengan semakin meningkatnya volume pencurian kayu
di berbagai lokasi hutan Indonesia, saat ini laju deforestasi hutan Indonesia
diperkirakan sudah mencapai lebih dari 2,4 juta hektar per tahun. -
BPPN menguasai
129 perusahaan kehutanan dengan total utang mencapai Rp 21,9 trilyun. -
Lebih dari separuh
hutang (Rp. 12 trilyun) milik perusahaan pengolahan kayu tanpa memiliki
HPH. -
Tim Komite Kehutanan
Atardepartemen (Interdepartemental Committee on Forestry) dalam pertemuannya
tanggal 25 November 2000 di Bappenas telah menyepakati rencana aksi melaksanankan
komitmen pemerintah di bidang kehutanan yaitu menghentikan illegal logging,
inventarisasi hutan Nasional, moratorium konvensi hutan alam, restrukturisasi
industri kehutanan, penutupan industri kayu sarat utang di bawah BPPN, mengkaitkan
reforestasi dengan kapasitas industri, penilaian nilai kayu, desentralisasi
urusan kehutanan, kebakaran hutan, program kehutatnan nasional, tenurial,
system pengelolaan hutan. -
Sampai tahun
1998-1999 (berdasarkan data Dephut0, dana reboisasi (DR) yang telah disalurkan
untuk hutan tanaman industri (HTI) Rp. 2.417 milyar dengan rincian Rp 960
milyar sebagai peyertaan modal pemerintah, Rp 1.139 milyar bunga nol persen,
Rp. 318 milyar bunga komersil. -
Luas pembangunan
HTI definitif 2,7 juta hektar (yang harusnya dibangun karena sudah diberikan
modal) tetapi realisasinya hanya 34,5 persen atau 1,2 juta hektar. - Dephut sudah mengevaluasi 92
unit perusahaan HTI. Hasilnya: tiga perusahaan dicabut izinya oleh Menhut
(PT. Taman Hutan Asri, PT. Dirga Rimba dan PT. Eritani Lestari) dengan catatan
tanpa sanksi meskipun sudah meminjam DR. Sebanyak 31 perusahaan HTI dinilai
layak teknis dan finansial, lima perusahaan layak teknis tidak layak finansial
dengan kondisi buruk (perusahaan ini akan dicabut setelah dapat peringatan
tiga kali), 51 perusahaan tidak layak teknis tidak layak finansial dengan
kondisi buruk akan dicabut setelah mendapat peringatan tiga kali.
(http://www.dephut.go.id/informasi/humas/2003/210_03.htm)
0 komentar: